Tujuan, Model dan Pola Bimbingan dan Konseling

BAB II

PEMBAHASAN

2.1         Tujuan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa bimbingan dan konseling menempati bidang dan pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan.

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri. Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenali lingkungan dan merencanakan masa depan.

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.

Adapun tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), barbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.

Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupan yang memiliki berbagai wawasan, pendangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian dan ketermpilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya. Insan seperti itu adalah insan yang mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, maupun mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal.

Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling, merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dari permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan konpleksitas permasalahannya itu. Masalah-masalah individu berbagai macam ragam jenis, intensitas, dan sangkut pautnya, serta masing-masing bersifat unik.

Oleh karena itu tujuan khusus bimbingan konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula. Tujuan bimbingan dan konseling untuk seorang individu berbeda dari (dan tidak boleh disamakan dengan) tujuan bimbingan dan konseling untuk individu lainnya.

2.2         Pengertian Model dan Pola Dasar Bimbingan

Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah Model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Metode-metode itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS.

2.3         Model-model Bimbingan dan Konseling

Model bimbingan konseling menurut beberapa pendapat:

  1. 1. Frank Parsons menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling. Menurut pandangan Parsons, baik individu maupun masyarakat akan mendapatkan keuntungan, jika terdapat kecocokan antara ciri-ciri kepribadian seseorang dan seluruh tuntutan bidang pekerjaan yang dipegang oleh orang itu. Tiga factor utama dianggap sangat menentukan dalam memilih suatu bidang pekerjaan, yaitu analisis pada diri sendiri (kemampuan dan bakat, minat, serta temperamen), analisis terhadap pekerjaan (kesempatan, tuntutan, dan prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua analisis tadi untuk menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data tentang bidang-bidang pekerjaan (mengadakan matching dengan berpikir rasional). Mengingat banyak orang muda akan mengalami kesulitan dalam meninjau ketiga factor utama itu, maka mereka membutuhkan dari seseorang yang lebih berpengetahuan dan lebih berpengalaman dalam hal ini. meskipun pandangan Frank Parson menunjukkan unsure kelemahan, misalnya kurang diperhitungkan pengaruh motivasi, nilai-nilai kehidupan dan lapisan social ekonomis, namun tekanan dalam penekanan diri dan pelayanan dari seorang ahli dalam bimbingan jabatan merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan pelayanan bimbingan selanjutnya. Dengan demikian, model ini menekankan ragam bimbingan, jabatan, dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
  1. William M. Proctor, (1925) mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa. Fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan siswa dalam melaksanakan secara konsisten dan konsekuen pilihan yang telah mereka buat, seandainya timbul kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan beraneka tuntutan dalam lingkungan atau dalam bidang kehidupan tertentu. Dengan demikian, model ini menekankan sifat bimbingan perseveratif, yang mendampingi siswa dalam perkembangannya yang sedang berlangsung, dan mengutamakan bimbingan pengumpulan data, wanwancara konseling. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan, bahwa pelayanan bimbingan hanya perlu diberikan pada saat siswa menghadapi masalah.
  1. John M. Brewer, (1932) mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, bimbingan miral dan perkembangan. menerbitkan buku Educational as Guidance berpendapat bahwa tugas pendidikan sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk mengatur bidang kehidupan sedemikian rupa, sehingga bermakna dan memberikan kepuasan, seperti bidang kesehatan, bidang kehidupan keluarga, bidang pekerjaa, bidang rekreasi, bidang perluasan pengetahuan dan bidang kehidupan bermasyarakat. Pendidian dan bimbingan dianggap tidak jauh berbeda, karena keduanya berfungsi sebagai bantuan kepada generasi muda dalam belajar seni hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Melalui berbagai kegiatan pendidikan dan bimbingan siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperlukan mengatur kehidupannya sendiri dalam berbagai aspeknua, model ini menekankan ragamnya bimbingan yang diberikan, seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan perkembangan; maka tidak hanya mengenal ragam bimbingan jabatan. Komponen pembirian informasi dan wawancara konseling diutamakan. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan bahwa pendidikan dan bimbingan tidak jauh berbeda fungsinya; dan bahwa pelayanan bimbingan untuk sebagian besar dituangkan dalam bentuk suatu pelayanan yang berkisar pada materi pelayanan seperti berlaku pada segala bidang studi akademik.
  1. Donal G. Patterson, (1938) mengembangan metode klinis (clinical method). Metode ini menekankan perlunya menggunakan teknik ilmiah untuk mengenal konseli dengan lebih baik dan menentukan segala problem yang dihadapi oleh konseli, misalnya dengan menggungakan tes psikologis dan studi diagnostic. Yang dibutuhkan ialah data obyektif, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memberikan gambaran tentang konseli, lepas dari pandangan konseli tentang diri sendiri. Model ini sebenarnya menyangkut satu komponen dalam program bimbingan saja yaitu konseling. Layanan konseling hanya dipegang oleh tenaga bimbingan yang ahli dalam menggunakan teknik analisis ilmiah, terutama tes psikologis. Konselor bertanggungjawab penuh atas pilihan alat-alat diagnostic yang menghasilkan data bagi konseli tentang dirinya sendiri. Model ini menekankan bentuk bimbingan perseceratif, serta memberikan tekanan pada komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data, dan wawancara konseling. Kelemahan model ini terletak pada pelayanan bimbingan cenderung dibatasi pada saat tertentu saja dan diberikan kepada siswa-siswi tertentu, yaitu mereka yang menghadapi suatu masalah berat dan akan menghadap konselor sekolah.
  1. Wilson Little dan AL. Champman, (1955) mengembangkan bimbingan yang dikenal dengan nama bimbingan perkembangan (development guidance). Model ini menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preserveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi. Maka, fokus perhatian terpusat pada perkembangan optimal dari peserta didik yang sedang menuju kekedewasaan. Perkembangan yang optimal itu dapat dicapai bila siswa mengenal diri sendiri, menghayati seperangkat nilai kehidupan, menyadari keadaan nyata dalam lingkungan hidupnya. Namun kemandirian pribadi dan kemampuan untuk menimbang kondisi kehidupan dalam lingkup lingkungan kongkrit tetap diutamakan, dengan menerima kemungkinan orang muda dapat berubah selama proses perkembangannya. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individu dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan perseveratif, serta melayani siswa melalui bimbingan belajar, bimbingan jabatan, dan bimbingan pribadi. Keunggulan model ini ialah sumbangan dalam pelayanan bimbingan yang diberikan oleh semua tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai tim yang melakukan sejumlah kegiatan bimbingan yang dirancang untuk menunjang perkembangan optimal dari semua siswa dalam kurun waktu yang sama. Kelemahan model ini terletak dalam kenyataan, bahwa tidak semua anggota staf pendidik sekolah siap pakai untuk memberikan pelayanan bimbingan. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan yang sedimikian komprehensif dan meresapi seluruh program pendidikan sekolah, menjadi usaha yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang, dalam kenyataan akan sukar dilaksanakan di lapangan.
  1. Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan (constellation) dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, preserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi. Dalam pola ini ditekankan pada bahwa tenaga pendidik di sekolah seharusnya berpartisipasi dalam pelaksanaan dalam program bimbingan, bukan hanya tenaga bimbingan atau konselor sekolah saja, bahwa konselor sekolah memikul tanggungjawab utama atas perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan, yang tidak hanya meliputi layanan konseling saja. Pelayanan bimbingan berhasil kalau tujuan pelayanan bimbingan terintegrasikan pada tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional. Seorang konselor sekolah memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh tenaga-tenaga pendidik yang lain dalam hal :
  2. a) Penggunaan beraneka teknik dan alat untuk memperoleh data yang relevan tentang siswa dan dalam menafsirkan data itu;
  3. b) Penyebaran informasi yang relevan dan tepat tentang variasi program studi lanjutan serta variasi bidang pekerjaan;
  4. c) Penggunaan berbagai metode konseling dan aneka teknik konseling;
  5. d) Diagnosis kasus khusus yang menuntut konsultasi dengan seorang ahli lain di luar lingkungan sekolah (referral);
  6. e) Penerapan metode dan teknik khusus untuk bimbingan kelompok;
  7. f) Kemampuan mengadakan riset tentang kebutuhan-kebutuhan siswa dan melakukan studi evaluative tentang keberhasilan program bimbingan. Konselor sekolah melayani para siswa secara langsung (kontak langsung dengan siswa), namun juga melayani rekan tenaga pendidik yang lain sebagai narasumber (konsultan) demi peningkatan mutu dan efektivitas program pendidikan di sekolah. Model ini menekankan pelayanan bimbingan sebagai usaha yang melibatkan semua tenaga pendidik, menurut fungsi dan wewenang masing-masing; mengenal bentuk pelayanan bimbingan individual dan kelompok; memungkinkan pelayanan bimbingan preventif, perseveratif dan remedial; dan mengutamakan bimbingan belajar dan bimbingan pribadi. Keuntungan model ini ialah pelayanan bimbingan tidak hanya terbatas pada layanan konseling dan tanggungjawab untuk menunjang perkembangan siswa serta taraf kesehatan mental tidak hanya dibebankan pada tenaga bimbingan professional saja. Kelemahan terletak dalam anggapan, bahwa bidang bimbingan terutama diperlukan membantu siswa dalam mengatasi beraneka kesulitan belajar dengan demikian tujuan yang khas dari pelayanan bimbingan menjadi agak kabur.
  1. Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Eklektis berarti memilih, yaitu memilih diantara teori, metode dan teknik yang dikembangkan sesuai kebutuhan konseli untuk diterapkan dalam mengatasi masalah tertentu. Konselor harus mengetahui keunggulan dan kelemahan dari berbagai teori, metode dan teknik sehingga dapat menerapkannya secara fleksibel. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling. Pandangan ini lebih menyangkut pelayanan bimbingan melalui wawancara konseling. Diasumsikan bahwa siswa dan mahasiswa dari waktu kewaktu membutuhkan bantuan professional dalam memahami diri sendiri dalam mengatasi masalah tertentu melalui bantuan itu mereka mendapat informasi tentang diri sendiri dan realitas lingkungan, yang kiranya sulit mereka peroleh dengan cara lain.
  1. Arthur J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Bimbingan adalah intrvensi professional bilamana siswa harus membuat pilihan diantara beraneka alternatif program studi dan bidang pekerjaan yang terbuka baginya. Nilai-nilai kehidupan (values) menjadi faktor penting dalam membuat pilihan. Pada awal masa pendidikan menengah dan pada akhir masa itu siswa menghadapi saat dia harus membuat setumpuk pilihan (decision making) yang berarti dimasa yang akan datang, petugas bimbingan harus membantu siswa dalam membuat pilihan, dengan mempertimbangkan sistem nilai yang dianutnya dan mengolah informai yang tersedia tentang diri sendiri serta kesempatan-kesempatan terbuka baginya. Supaya siswa berpikir secara rasional; karena kaum muda kurang mampu mengambil keputusan penting, maka dibutuhkan bantuan seorang ahli bimbingan yang bekerja sebagai tenaga tetap di lembaga pendidikan sekolah. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara konseling. Kelemahan yang paling mencolok dalam model ini ialah pembatasan pelayanan bimbingan pada saat-saat tertentu saja, bila siswa harus membuat suatu pilihan yang menentukan jalan kehidupannya.
  1. Chris D. Kehas, (1970) mengembangkan guidance as personal development. Model ini merumuskan tujuan pendidikan di sekolah, memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, bimbingan adalah usaha yang menunjang bidang pengajaran saja (amcillary service to make instruction more effective). Kehas memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang sebagai usaha mendampingi siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup belajar di bidang akademik, tetapi tentand diri sendiri dan lingkungan hidup. tenaga pendidik tidak hanya guru, melainkan masing-masing tenaga pendidik bertugas mendampingi siswa dalam aspek perkembangan dan dimensi belajar tertentu. Dengan demikian, siswa mempunyai relasi dengan pihak tenaga pendidik berbeda-beda sifat, misalnya guru sebagai pendamping dalam belajar akademik, dan tenaga bimbingan sebagai pendamping dalam belajar tentang kepribadiannya sendiri. Konselor sekolah berfokus pada perkembangan kepribadian siswa dalam keseluruhannya (personal development). Maka, tenaga bimbingan bukan berfungsi sebagai asisten tenaga pengajar, melainkan mempunyai peranannya sendiri. Tenaga pendidik tidak berada di bawah yang lain, melainkan saling melengkapi dalam rangka bekerja sama menurut fungsinya masing-masing. Model ini menekankan bentuk, jenis, atau ragam bimbingan tertentu, dan tidak mengutarakan komponen bimbingan tertentu, melainkan mengeksplisitkan fungsi dasar bimbingan di sekolah, yaitu proses membantu orang-perorangan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan hidupnya. Keunggulan model ialah menciptakan kemungkinan untuk merumuskan secara spesifik apa peranan guru (tenaga pengajar) dan apa peranan konselor sekolah terhadap belajar siswa. Kelemahan model ini menyangkut hubungan kerja sama antara tenaga pengajar dan tenaga bimbingan yang kerap belum jelas sebaiknya diwujudkan; disamping itu, timbul bahaya bahwa anak didik akan dibelah-belah atas sekian bagian, dimana guru bertanggung jawab atas perkembangan intelektual siswa saja dan konselor sekolah akan bertanggungjawab atas aspek-aspek perkembangan yang lain.
  1. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971) mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanyadibatasi pada mereka yang menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya. Namun, merencanakan dan melaksanakan suatu program kurikuler menuntut konselor menguasai metodik mengembangkan dan mengajarkan suatu bidang, termasuk penentuan tujuan instruksional, mengurutkan topic-topik (sequence), prosedur akan membuat siswa belajar aktif (CBSA), dan pilihan bahan yang relevan. Persyaratan ini kiranya hanya dapat dipenuhi, bila konselor sekolah khusus disiapkan untuk itu melalui pendidikan formal di perguruan tinggi.
  1. Julius Menacker, (1976) mengembankan model bimbingan yang mengusahakan penganggulangan segala gejala pemberontakan yang tampak dalalm tingkah laku para siswa di sekolah yang terletak dalam daerah/bagian kumuh di kota besar. Daerah kumuh disini berarti daerah di mana kemiskinan, kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja, dan penggunaan obat bius merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Dalam pelayanan bimbingan tradisional focus perhatian terpusat pada siswa sendiri yang harus mengadakan perubahan dalam diri sendiri, dalam activist guidance focus perhatian terdapat pula pada lingkungan hidup siswa, yaitu bagaimana manipulasi dari lingkungan dapat menguntungkan perkembangan siswa. Maka, konselor sekolah bersama dengan siswa mengidentifikasi segala kondisi hidup negative yang ditimbulkan oleh lingkungan hidup, dan merencankan setumpuk tindakan konkret untuk mengubah lingkungan itu sehingga terciptakan kondisi positif, termasuk mengubah lingkungan sekolah bila hal itu dianggap perlu. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya. Konselor sekolah yang berpegang pada pola asli memanfaatkan semua sumber dan sarana dalam lingkungan masyarakat setempat, yang dapat mempengaruhi suasana hidup di suatu daerah. Kelemahan model ini ialah kenyataan, bahwa aksi-aksi perubahan social mudah menimbulkan berbagai ketegangan, bahkan pun sampai menciptakan konflik dengan tenaga-tenaga pendidik yang lain, karena lingkungan sekolah itu sendiri tidak akan luput dari aksi demi perubahan suasana dan kurikulum pengajaran.

Model-model berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan. Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.

Kehas berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoretis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika yaitu:

  1. Organisasi profesional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling daripada layanan bimbingan pada umumnya.
  2. Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
  3. Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
  4. Pemikirannya teoretis.
  5. Terdapat anggapan “bimbingan dan konseling itu tidak penting”.

Dikatakan di Indonesia masih terdapat suatu jurang yang cukup lebar antara praktek pelayanan bimbingan di lembaga sekolah dan pengembangan andalan landasan teoritis, yang sesuai dengan kondisi serta situasi pendidikan sekolah di suatu negara berkembang. Namun, telah diterapkan pola Constellation of Services sebagaimana diuraikan di atas, meskipun pola tidak luput dari berbagai kelemahan dalam konseptualisasi.

2.4         Pola-pola Bimbingan

Pola-pola Bimbingan :

  1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya, bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
  2. Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
  3. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan dusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
  4. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif dari pola dasar ini ialah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi social di antara peserta didik dengan staf pendidik.

2.5         Pendekatan dan Strategi Dasar

Robert H. Mathewson (1962), membedakan tujuh pendekatan atau strategi dasar yang masing-masing pendekatan merupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar itu adalah sebagai berikut :

  1. Edukatif versus Direktif

Yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagi siswa yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilihannya. Di sisi yang lain pelayanan bimbingan ditafsirkan sebagai penentuan diagnosis oleh seorang ahli disertai rekomendasi-rekomendasi kepada siswa dan para guru serta orang tua.

  1. Kumulatif versus Pelayanan

Yaitu satu sisi suatu pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambung-sambung. Di sisi yang lain hanya dianggap perlu pada saat tertentu.

  1. Evaluasi diri versus oleh orang lain

Yaitu satu sisi suatu pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa menemukan diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri. Di sisi yang lain banyak memberikan tanggapan, pendapat, pandangan dan saran karena siswa dianggap membutuhkan hal itu.

  1. Kebutuhan Individu versus Kebutuhan Lingkungan

Yaitu di sisi satu pelayanan bimbingan menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi. Di ujung yang lain difokuskan pada kebutuhan lingkungan masyarakat atau lingkungan sekolah sendiri.

  1. Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif

Yaitu di sisi satu pelayanan bimbingan diarahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya, di sisi yang lain menitik beratkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar siswa sendiri.

  1. Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek/bidang saja

Yaitu di satu sisi pelayanan bimbingan diprogramkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan permasalahan di berbagai bidang kehidupan siswa tercakup di dalamnya. Di sisi yang lain dipusatkan pada aspek-aspek perkembangan atau bidang permasalahan tertentu.

  1. Koordinatif versus Spesialistik

Yaitu di satu sisi ditangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerjasama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus berkerjasama erat dalam mendiskripsi ciri-ciri suatu program bimbingan yang dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secara spesifik berdasarkan keahlian.

Tinggalkan komentar